Jumat, 16 Juni 2017

Menjadi Logic

Saya adalah seorang mahasiswa teknik. Sehari-hari tentunya saya berkutat dengan problem matematika, masalah efisiensi, serta stabilitas sistem. Sounds very logic right?

Yah memang kenyataannya memang seperti itu. Lingkungan membangun karakter. Berada dilingkungan yang sangat logic, membuat saya tentunya menjadi logic.Tak hanya saya, teman-teman sayapun seperti itu. Setiap hari kita bicara sesuatu yang sangat scientific, hingga jokes kami pun serasa scientific. And you know what? I love that, but sometimes, i hate that.

Why i love that?

Karena itu passion saya. I love those things that related to math, physics, and science. Terasa sangat keren ketika kita sedang membicarakan sesuatu yang mungkin dianggap sebagian orang tidak penting, well tidak penting karena mereka tidak tahu. Menjadi logic juga sangat menyenangkan karena kami terhindar dari masalah yang pelik. Karena kita hanya bermain logic.

Why i hate that?

Karena secara tidak sadar, orang-orang teknik, berwawasan cukup sempit(i dont say all of them). Coba tanyakan kepada mereka soal konflik politik, mereka akan menjawab ala kadarnya. Coba tanyakan masalah cinta dan perasaan, mereka akan menjawab dengan wajah malu malu. Tidak percaya? Anda pernah bergaul dengan orang-orang Politik, Sejarah, Sastra, dan lainnya? Pernah sadar, betapa liarnya pikiran mereka?

Sebagai contoh, saya punya teman, dan dia officially Islam, tapi, dia tidak sholat, dan tidak mempercayai Islam. Why? Karena katanya belum ada yang bisa meyakinkan dia mana agama yang benar, besides, dia tahu pasti kalau Tuhan itu ada.

They playing with their imagination. Logic are very small amount of brain. But imagination? it goes everywhere.

Ini yang saya tidak punya. Kemampuan untuk berimajinasi tinggi. Orang-orang teknik, berimajinasi dengan rumus. Ini yang menyebabkan mereka berwawasan sempit.


PS: Anyway, there is no research behind this text. Dont judge me just because i missconcept all those things. It just based on my personal perspective.